Kamis, 22 Desember 2011

Sosok IBU Ideal



***
Tidak ada dari kita yang dapat mengingkari betapa pentingnya peran sosok yang bernama IBU. Seorang IBU adalah dahan pijakan anak untuk meraih pucuk kehidupannya. Bila dahan itu patah, anak akan jatuh bersamanya dan tidak akan pernah sampai di puncak.

Banyak orang-orang besar yang tampil di kancah dunia karena peran seorang ibu. Thomas Alva Edison misalnya, Penemu besar yang memiliki ribuan hak paten. Namun tahukah Anda bahwa dia hanya mengenyam dunia pendidikan formal 3 bulan? Thomas Alva Edison dikeluarkan dari sekolahnya karena gurunya beranggapan ia terlalu bodoh untuk bersekolah. IBU Edison tidak mempercayai justifikasi tersebut. Dengan gigih ia didik sendiri Edison di rumah. Lebih dari apa yang didapat Edison bila bersekolah, sang IBU mengajarkan juga keuletan berjuang dan kemandirian. Di usia begitu muda, Edison berjualan koran untuk membiayai sendiri penelitian-penelitiannya. Bahkan di usia 10 tahun ia telah memiliki laboratorium sendiri. Bayangkan apa yang terjadi bila ibu Edison bersikap sama dengan gurunya. Mungkin listrik akan terlambat ditemukan. Dan itu berarti penemuan-penemuan yang terkait listrik juga akan terhambat.


Kisah IBU Imam Syafi’i tak kalah heroiknya. Suaminya meninggal sebelum Imam Syafi’i lahir. Ia membesarkan Syafi’i sendirian. Memotivasinya untuk belajar. Usia 7 tahun Syafi’i sudah hafal Alquran. Guru-guru ia datangkan untuk mengajar Syafi’i, biarpun untuk itu ia harus bekerja keras untuk biaya belajar anaknya. Sosok ibu sebagaimana ibunya imam syafi’I diatas bukanlah hal yang mudah kita temui saat ini. Zaman berubah, permasalahan dalam mendidik anak berubah, tantangannya pun semakin berat.

Dilema IBU
Maraknya kampanye “Emansipasi Wanita” yang diusung oleh kaum feminis ditambah pula dengan himpitan ekonomi membuat banyak ibu memikul tanggungjawab berat berupa Peran ganda yang tersandang di pundaknya, disatu sisi mereka ‘dipaksa’ untuk bekerja bahkan sampai menjadi TKW ke luar negeri. Disisi lain mereka juga tetap diwajibkan mendidik anak di rumah. Kondisi seperti ini tentulah membuat banyak ibu-ibu yang tertatih menjalani hidupnya. Dengan banyaknya ibu yang berkiprah di luar rumah mencari nafkah, peluang terjadinya disharmonisasi keluarga terbuka lebar. Ibu yang lelah pulang bekerja, lebih mudah mengalami gangguan emosi. Anak seringkali menjadi sasaran pelampiasan. Anak juga hanya mendapat waktu sisa, sehingga komunikasi seringkali terkendala. Ujungnya tentu bisa ditebak, Anak-anak menjadi terabaikan. Inilah sesungguhnya pangkal dari tingginya angka kenakalan remaja baik itu seks bebas, aborsi, narkoba, tawuran dan sejenisnya.

Anak-anak zaman sekarang banyak yang kehilangan arahan dan ‘perisai’ dalam hidupnya. Ini karena ibu-ibu mereka saat ini lebih banyak yang menghabiskan waktu di luar rumah mencari uang. Atau kalaupun di rumah, ibu-ibu tersibukkan dengan berbagai tayangan televisi seperti sinetron, drama korea, dan infotainment. Alih-alih anak dilindungi dari tayangan yang tidak mendidik, malahan anak-anak diajak ikut nonton, menghabiskan sebagian besar waktunya di depan televisi.

Inilah bobrok dari Kampanye ide emansipasi dan feminisme yang begitu pesat belakangan ini. Kaum feminis ingin merekonstruksi peran ibu. Peran ibu dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan materi. Mereka menganggap peran ibu yang hanya sebatas “ibu rumah tangga” mendomestikasi perempuan dan menempatkan perempuan dalam posisi inferior, tersubordinasi peran suami.

Padahal, fakta membuktikan bahwa peran ibu dalam pendidikan anak tidaklah tergantikan. Baik oleh pembantu maupun pengasuh anak professional sekalipun. Anak yang terus tumbuh dari waktu ke waktu membutuhkan perhatian intens, stimulasi optimal yang dibalut dengan perasaan penuh kasih saying. Itu yang tidak didapat oleh anak dari pengasuh maupun di tempat penitipan anak.

IBU Ideal
Saat ini Sosok Ibu ideal yang intens dan focus dalam mendidik dan mencetak generasi unggulan begitu langka kita temukan. Ada 2 faktor penyebabnya. Pertama, faktor ekonomi yang menyebabkan Banyak ibu yang terpaksa meninggalkan rumah untuk ikut menopang ekonomi keluarga. Kedua, adalah pengetahuan ibu terhadap pendidikan anak. Betapa banyak ibu yang hanya tinggal di rumah namun tidak mampu mendidik anak dengan baik. Ia tidak mengenal potensi yang dapat dikembangkan pada anak dan bagaimana mengembangkannya. Yang lebih parah adalah ibu yang bekerja dan sekaligus tidak mampu mendidik anak.

Disinilah letak fungsi dan tanggung jawab Negara. Menjamin agar para IBU bisa menjalankan peran keibuannya dengan sempurna. Negara wajib mengelola sumber daya alam dengan baik untuk Mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Bukan malah sebaliknya melelang kekayaan negara kepada asing dan mendorong ibu untuk bekerja keluar rumah, bahkan keluar negeri dengan memberikan julukan pahlawan devisa. Ini sama saja artinya negara ini tengah menjual masa depannya!

Selama ibu masih harus disibukkan dengan mencari nafkah, selama ibu masih tidak memahami pendidikan anak, selama itu pula generasi unggul tidak akan lahir. Bangsa ini akan terus terpuruk tidak akan pernah mampu bangkit. Allahua’lam.  

[F.Rozy_Beberapa poin dikutip dari tulisan Bunda Salma Izza]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar