Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center
Di bulan Desember ini seperti tahun-tahun sebelumnya dan sepanjang
tahun, selalu muncul pertanyaan yang ditujukan kepada saya, tentang
boleh tidaknya mengucapkan 'Selamat Natal'. Jawaban saya cukup singkat,
TIDAK!
Sebagian memberikan alasan bahwa mereka masih terikat pada
pekerjaan yang dalam posisi sulit mengelak untuk mengucap 'Selamat
Natal' pada relasi, customer, bos, atau atasan. Sebagian yang lain
beralasan karena untuk menjaga hubungan baik, kekerabatan, kekeluargaan
dengan saudara, ipar, orang tua, mertua ataupun tetangga.
Bahkan ada
yang berdalih, rekan kerja suaminya, tetangga atau kerabatnya yang
beragama Kristen, selalu hadir saat Idul Fitri, memberikan selamat dan
bahkan ikut meramaikan perayaan Idhul Fitri di rumah. Maka, 'tidak enak'
rasanya kalau harus cuek kala mereka sedang merayakan Natal. Dan
seringkali 'toleransi' dijadikan dalih untuk menempatkan Muslim pada
posisi sulit sehingga terjebak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
Natal.
Dan jawaban saya tetap tidak pernah berubah, cukup
singkat, TIDAK BOLEH!. Apapun alasan, kita tidak boleh mengucapkan
'Selamat Natal' dalam apapun kondisinya.
Kali ini kita tidak
membahas tentang Natal dari sudut sejarah. Karena insyaAllah kita sudah
mengetahui semua, bagaimana sejarah Natal dan pengaruh budaya pagan
Romawi yang kental mewarnai ritual 25 Desember ini. Namun kita akan
membahas Natal dari sisi ibadah dan dampaknya pada aqidah.
Hakekat Natal
Natal
adalah sebuah peringatan terhadap lahirnya Yesus (Isa as) sebagai
Tuhan. Apakah benar Yesus dilahirkan pada 25 Desember? Tidak juga.
Alquran menginfor-masikan bahwa Isa as lahir saat pohon kurma sedang
berbuah lebat hingga buah-buahnya jatuh berguguran. Dan ini mustahil
terjadi pada bulan Desember.
Namun yang penting ditekankan
disini bahwa Natal adalah peringatan terhadap hari lahirnya/hadirnya
Yesus sebagai Tuhan. Yang perlu digarisbawahi adalah kalimat, 'Yesus
sebagai Tuhan'. Sehingga, peringatan Natal ini sesungguhnya adalah
sebuah ibadah. Sebuah ibadah inti dalam agama Kristen. Karena tanpa
peringatan 25 Desember (lahirnya Tuhan) maka eksistensi agama Kristen
pun tidak ada.
Natal adalah ibadah yang masuk dalam wilayah
aqidah. Karena di sinilah mula eksistensi ketuhanan agama lain
(Kristen). Natal adalah salah satu inti iman Kristen.
Idul Fitri
Berbeda
dengan Natal. Idhul Fitri adalah sebuah perayaan Muslim setelah
melakukan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Idul Fitri diisi dengan
acara silaturahim, maaf memaafkan antara keluarga, tetangga, kerabat
dekat maupun jauh, relasi di kantor, dsb. Perayaan ini memasuki wilayah
hablu-minannas.
Konsistensi Menjaga Aqidah
Ketika
seorang Kristen datang pada saat Idul Fitri dan mengucapkan selamat
Idul fitri atau bahan ikutan mengucap 'mohon maaf lahir bathin',
sesungguhnya tidak ada pelanggaran aqidah/iman yang dilakukan oleh orang
Kristen tersebut terhadap agamanya. Mereka sangat menyadari hal ini.
Jadi jangan heran ketika mereka sangat antusias ikut serta dalam
perayaan Idhul Fitri. Karena tidak ada pelanggaran apapun dalam iman
mereka. Tapi justru ini menjadi pintu masuk untuk menunjukkan bahwa
mereka sangat toleran terhadap umat Islam dan secara tidak langsung juga
menuntut agar umat Islampun toleran terhadap mereka dan agar Muslim
tidak menolak ketika mereka mengajak untuk berpartisipasi dalam Natal.
Ini tidak fair!.
Tapi coba perhatikan, adakah mereka mau mengucapkan
selamat kita Muslim merayakan Idhul Adha (Idul Qurban)? Tentu tidak
pernah dan mereka tidak akan mau. Karena ketika seorang Kristen
mengucapkan Idhul Adha kepada Muslim, maka ia sudah melanggar iman
mereka. Mengapa demikian?
Idhul Adha
Bagi
umat Islam, Idhul Adha adalah peringatan yang merefleksikan peristiwa
keikhlasan dan loyalitas Nabi Ibrahim AS kepada Allah SWT dengan
mengikhlaskan putranya Nabi Ismail AS untuk disembelih.
Namun
dalam keimanan Kristen, putra tunggal Nabi Ibrahim AS adalah Ishak AS.
Bibel tidak mengakui Nabi Ismail sebagai putra nabi Ibrahim. Iman
Kristen sebagai mana yang tertulis dalam Bibel menyatakan bahwa putra
yang akan disembelih oleh Nabi Ibrahim adalah Ishak, bukan Ismail.
Kejadian 22:2
Firman-Nya:
"Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak,
pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban
bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu."
Bahkan
lebih jauh, Nabi Ismail AS yang dihormati dalam Islam sebagaimana
nabi-nabi yang lainnya, namun dalam Kristen Nabi Ismail dikatakan
sebagai seorang laki-laki yang perilakunya seperti keledai liar.
Kejadian 16:11-12
Selanjutnya
kata Malaikat TUHAN itu kepadanya: "Engkau mengandung dan akan
melahirkan seorang anak laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab
TUHAN telah mendengar tentang penindasan atasmu itu.
Seorang
laki-laki yang lakunya seperti keledai liar, demikianlah nanti anak itu;
tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan tangan tiap-tiap orang akan
melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan menentang semua
saudaranya."
Sehingga, jika seorang Kristen meng-ucapkan selamat
Idhul Adha berarti ia telah mengingkari ayat-ayat dalam kitab suci
mereka. Menodai keimanan mereka terhadap firman Tuhannya.
Jika
ucapan Idhul Fitri tidak membawa dampak apa-apa bagi umat Kristen, tapi
justru menguntungkan mereka. Namun ucapan Idhul Adha justru akan sangat
membahayakan iman/aqidah mereka. Dan hingga saat ini mereka sangat
konsisten mempertahankan iman mereka.
Pertanyaannya, mengapa kita
sebagai Muslim harus mempertaruhkan atau bahkan menggadaikan aqidah
kita dengan mengucap 'Selamat Natal' atas dalih toleransi? Ini bukan
toleransi, tapi pemerkosaan aqidah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar